“Dan kita pun berdakwah ...”
Seperti pesawat terbang,
kita pun memiliki satu persamaan dengan benda itu. Semua pesawat memiliki Black box di bagian badan pesawat. Black Box atau kotak hitam dianalogikan sebagai
otak dari pesawat yang merekam semua kejadian pesawat. Tidakkah anda perhatikan
ketika peristiwa pesawat jatuh, maka mereka semua mencari Black Box?
Sama halnya dengan manusia, ketika ia
menemukan kosakata baru, Black Box di
bagian otak belakangnya akan menyerap dan jika ia berhasil menyimpan dan
mengutarakan kembali kosakata itu, hal tersebut menandakan kosakata baru telah
diserap oleh Black Box.
Berikut ini sebuah kata yang dapat memudahkan untuk mempraktekkan pernyataan sebelumnya. Anda cukup mengatakan;Hastropie.
Ingat.
Hastropie memiliki arti suci.
Hastropie adalah
Suci
Hastropie adalah
Suci
Maka
otak anda akan mulai bekerja, merekam dan memberi sinyal bahwa Hastropie adalah Suci. Sehingga ketika saya pergi lalu mendatangi anda kembali, dan
bertanya; “apa itu Hastropie?”
Apakah
anda menjawab Suci?
Jika
Ya, maka Black Box anda telah bekerja
merekam apa yang saya nyatakan mengenai Hastropie.
Dan sesungguhnya, tahukah anda apa itu Hastropie?
Kata Hastropie baru saja kami
karang dan anda tidak akan menemukan kata Hastropie
di kamus manapun. Anda terkecoh?
Benar! Itulah sekelumit bukti bahwa anda pun
memiliki Black Box di dalam otak
belakang anda yang mampu menyerap segala hal lalu mengaplikasikannya kembali
berdasarkan mindset yang telah diatur oleh Black
Box. Jika Black box kita menyerap
suatu hal yang salah, maka hal salah itulah yang akan teraplikasi dalam
kehidupan. Apa jadinya kita?
Benarlah
kiranya mengapa di dalam Al-Quran Allah seringkali menyatakan “... Jika kamu
orang yang berpikir.” Allah mengutamakan akal dan pemahaman dibandingkan yang
lain. Karena betapa beruntungnya makhluk yang bernama manusia, jika ia menyerap
kebaikan, menggunakan dan memanfaatkan Black
Box untuk menyeru kebaikan. Alangkah indahnya ketika di dalam Black Box manusia itu membentuk sebuah
pemahaman, kemudian paham itu akan membentuk karakter kemudian menjelma menjadi
tujuan yang memiliki sebuah landasan suci, yakni Allah Ta’ala..
***
Tak
ada yang istimewa dalam diri Uwais al-Qarni, pemuda dari Yaman. ia hanya memiliki
tanda khusus yakni warna putih di tengah telapak tangannya. Uwais hanyalah
seorang yatim yang tinggal bersama ibunya yang buta dan lumpuh. Ia hanya
seorang pengembala kambing. Manusia yang tak memiliki makna di antara yang
lain, diremehkan, diolok dan dipermainkan. Acapkali ia dituduh sebagai pencuri
atau pembujuk. Namun dunia tak pernah membuatnya berpaling dari menerima
kebenaran. Ketika ajaran Rasulullah telah sampai di Yaman, hatinya telah
terpaut dan langsung memeluk Islam.Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan
ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka
memperbaharui kehidupan mereka dengan cara Islam. Uwais berduka. Hatinya seperti
hangus bila melihat setiap tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka
telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah. Sedang dia sendiri belum
berkesempatan.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang
kuat untuk bertemu dengan sang kekasih. Namun apakan daya, dia tidak punya
bekal yang cukup untuk ke Madinah. Terlebih jika melihat kondisi Ibunya. Siapa
yang akan merawat Ibunya selepas ia pergi nanti?
Kapankah aku bisa menatap wajahmu ya Rasulullah?
Kiranya itu yang selalu Uwais batinkan di setiap musim. Ia
begitu gelisah. Pernahkah anda merasa begitu banyak luka ketika tak bisa
bertemu dengan apa yang anda cintai? Inilah dia, Uwais.
"Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Apabila
telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang." Ucap Ibu Uwais suatu
hari.
Pada akhirnya kerinduan Uwais tak terbendung juga. Perlahan,
dengan butiran air mata seorang perindu, ia utarakan niatnya pada Ibunya. Sang
Ibu sangat mengerti. Tak jadi masalah jika ia beberapa hari
sajaia hanya bersama tetanggnya. Ia relakan Uwais
pergi menuju Madinah yang berjarak lebih kurang empat ratus kilometer dari
Yaman.
Uwais tak peduli medan panas didepannya. Tak juga denganpenyamun
gurun pasir, bukit curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari. Semuanya dilalui
demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi S.A.W yang
selama ini dirinduinya.Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju
ke rumah Nabi S.A.W, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah 'Aisyah R.A sambil menjawab salam Uwais.
Ternyata
Sang perindu akan tetap menjadi perindu. Rasulullah tak ada di rumah melainkan berada di medan perang. Uwais ingin
menunggu. Tak apa jika itu memakan waktu lama. Namun, kapankah Rasulullah
pulang? Sedangkan Ibunya menunggu di rumah.
dengan berat hati ia mohon diripada 'Aisyah R.A ke negerinya. Sebuah salam rindu telah ia titipkan pada ‘Aisyah ra. Ia melangkah dengan kesedihan yang luar biasa.
dengan berat hati ia mohon diripada 'Aisyah R.A ke negerinya. Sebuah salam rindu telah ia titipkan pada ‘Aisyah ra. Ia melangkah dengan kesedihan yang luar biasa.
Sepulangnya dari medan perang, Nabi S.A.W langsung menanyakan
tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad S.A.W menjelaskan
bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni
langit dan sangat terkenal di langit.Mendengar perkataan baginda Rasulullah
S.A.W, 'Aisyah R.A dan para sahabatnya tertegun.
Rasulullah SAW bersabda: "Kalau kalian ingin berjumpa
dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di
tengah-tengah telapak tangannya."
Sesudah itu Rasulullah SAW, memandang kepada sahabat Ali ibn
Abi Thalib .ra dan Umar bin Khaththab .ra, kemudian bersabda: "Suatu
ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia
adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi."
Hingga Rasulullah wafat, Uwais
al-Qarni tak pernah memiliki kesempatan bertemu. Ia bagaikan pungguk yang
merindukan bulan. Ia berkesempatan ikut serta dalam perang dalam kepemimpina
Khalifah ‘Umar karena Ibunya telah meninggal dunia. Ia tak tampak istimewa
hingga sampai ketika ia pun wafat. Pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba
sudah banyak orang yang rebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke
tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu
untuk mengkafankannya. Demikian juga ketika orang pergi hendak menggali
kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga
selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang
yang berebutan untuk mengusungnya.
"Ketika aku ikut menguruskan jenazahnya hingga
aku pulang daripada menghantarkan jenazahnya, lalu aku ingin untuk kembali ke
kubur tersebut untuk memberi tanda pada kuburnya, akan tetapi sudah tak
terlihat ada bekas di kuburnya."(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang
yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan
Umar ra.)
Kepergiannya telah menggemparkan Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Penduduk kota Yaman tercengang.Mereka saling
bertanya-tanya "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah
Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa?
Kerjanya hanyalah sebagai penggembala?"
Begitulah..
Ikhwahfillah,
siapakah sebenarnya diri anda?
Apakah
anda seorang da’i? Jika ya, berbahagialah!
Bagaimana
waktu luangmu? Ingatlah keinginan Uwais untuk berperang namun ia tak dapat ikut
serta. Berbahagialah bagi orang yang memiliki waktu lebih banyak untuk bekerja
demi mencapai kemenangan Islam ini.
Apakah
anda sesulit Uwais?
Tak
jadi masalah jika ujian selalu menghampirimu. Atau cemoohan yang membuatmu
merasa begitu rendah. Atau tatapan yang hampir saja membuatmu goyah. Tak jadi
masalah. Karena pandangan Allah telah menjadi ghoyatuna.***
keren mba lanjutkan naskahnya oke. semangat menulis
BalasHapus