Laman

Selamat Datang

"Perempuan dan sastra itu sama. Sama-sama bisa menyembunyikan apa yang ingin disembunyikan."

Senin, 29 Februari 2016

Lewat Pena, Mari Melakukan Perbaikan!

Lewat Pena, Mari Melakukan Perbaikan!
Tema : Mengapa harus menjadi Penulis?
Oleh Ika Y. Suryadi

sumber foto : www.psikologikita.com

Sejarah mencatat, menulis adalah aktivitas yang memiliki peran besar dalam peradaban bahkan perubahan dunia. Tapi kebanyakan kita masih ‘sakit’ untuk menyadari dan mengizinkan diri untuk ikut berperan dalam perubahan dunia. Bahkan kita tidak lekas berobat ketika penyakit itu telah menggerogoti peradaban kita. Sehingga jadilah dunia kita, dunia pesakitan.
Amat sedikit dari kita yang menyadari bahwa peradaban manusia ribuan tahun yang lalu telah dipengaruhi oleh dunia kepenulisan. Ketika manusia masih belum mengenal pena dan buku, instingnya sebagai makhluk yang selalu terikat dengan komunikasi telah membawa diri mereka sendiri dalam menulis. Menulis sebagai media komunikasi dalam menyampaikan pesan, ide dan pemikiran sudah digunakan oleh manusia zaman pertama tersebut sekalipun mereka belum mengenal alfabet. Mereka mengirim pesan-pesan dengan tulisan gambar lantas berkembang menjadi seperti saat ini.

Seorang penulis tunanetra, Hellen Keller pernah berkata, “Kalian bisa saja membakar buku-buku saya, tapi pemikiran yang dimuat dalam buku-buku itu telah melewati ribuan saluran dan akan terus mengalir.”
Sebuah pemikiran, berasal dari kegiatan berpikir yang memiliki pengertian bahwa adanya perkembangan antara ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. Melalui hal tersebut, manusia memiliki pemikiran mereka. Dan dapat disimpulkan bahwa pemikiran akan memengaruhi diri seseorang dan akhirnya akan menstimulasi orang tersebut untuk mewujudkannya dalam sebuah tindakan.
Kita tentu tak lupa perihal tokoh-tokoh pemimpin seperti; Hitler, Musolini, Mao Tse Tung, Lenin, Stalin, yang bertanggung jawab besar atas jutaan manusia yang mati dibantai pada era mereka. Faktanya, kekejaman mereka dalam memimpin tak pernah terlepas dari dunia kepenulisan yang ikut handil dalam membentuk pola pikir mereka. The Prince, sebuah buku yang ditulis oleh Machiavelli adalah buku bacaan para pemimpin sadis itu. Faktanya, buku itu mengungkapkan ide bahwa untuk mempertahankan kekuasaan, pemimpin diperkenankan menggunakan kekerasan. Bahkan tanpa ragu. Total.
Kenyataan bahwa semakin bobroknya dunia, kasus-kasus kriminal dan krisis identitas yang dialami masyarakat termasuk generasi muda saat ini yang semakin memprihatinkan. Sesungguhnya semua kejadian itu tidak lepas pengaruhnya dari apa yang mereka dengar, lihat, dan baca. Tak dinaya, Pemikiran telah merasuk pada mereka.
Selain itu, maraknya gerakan-gerakan mengatasnamakan kebebasan yang nyatanya malah kebablasan, serta isme-isme yang didengungkan oleh para penganutnya telah meracuni masyarakat sampai ke titik nadir. Bahkan setiap mereka menyatakan bahwa isme mereka lah yang paling benar sementara isme tersebut telah melucuti habis kodrat manusia sebagai hamba-nya Tuhan. Contoh nyatanya adalah Buku Das Capital, yakni sebuah buku hasil dari pemikiran Karl Marx yang telah membuat aliran baru bernama komunisme dan sosialisme telah memisahkan dunia antara barat dan timur berpuluh-puluh tahun lamanya. Pun aliran itu juga yang telah mengakibatkan pecahnya peristiwa G30S PKI pada tahun 1965 di Indonesia. Sekali lagi, rupanya menyalurkan pemikiran tanpa ikut terjun ke lapangan adalah benar-benar senjata pembunuh yang paling ampuh.
Karena itu, selain melawan sepi, menyentuh orang-orang yang jauh, menguatkan ingatan dan mendisiplinkan diri untuk berpikir, menulis sebenarnya adalah upaya kita untuk melakukan perbaikan bagi ummat serta berkontribusi nyata untuk memberikan pemikiran yang lurus bagi masyarakat. Di dunia ini, kita butuh orang-orang yang dapat melakukan perubahan. Di Dunia ini kita butuh orang-orang yang menjadikan mata penanya sebagai peluru. Seperti yang pernah nabi penutup zaman, Muhammad SAW pernah sabdakan bahwasanya, dari Abi Hurairah R.A., Rasulullah SAW bersabda, "Tiga orang akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah : Mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah, seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya." (HR. Thabrani).
Sebuah sabda indah seolah mampu menembus ruang dan waktu, Sang Nabi tahu benar bahwa sepeninggal beliau, dunia ini memang akan sangat butuh para penawar untuk mengubah keadaan. Para penawar yang menyembuhkan dunia kita yang pesakitan, para penggerak jiwa yang mampu membimbing setiap akal untuk berpikir cerdas dan lurus. Selain memiliki mental pejuang, setiap kita harus memiliki mental penulis yang berjuang, betapapun berbeda latar belakang yang kita miliki. Maka benarlah, sebuah kalimat nasehat yang pernah diucapkan Imam Al-Ghazali, “Bila kamu bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah.” cukup membuat penulis merenungkan banyak hal. Barangkali, setiap kita –termasuk Hellen Keller– menyadari bahwasanya kita bukanlah siapa-siapa pada awalnya, sampai kita memberi kesempatan pada diri kita sendiri untuk menjadi seseorang yakni, penulis yang memberikan inspirasi sepanjang zaman. Menjadi sosok yang masih memeluk generasi sekalipun kita telah menjadi kerangka. Jadi, ayo menulis!

Referensi :
Pribadi, A. 2013. Gara-gara Indonesia. Asmanadia Publishing House, Depok.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar