"Kami adalah mata pena yang tajam"
sumber gambar: Jurnal Metafora
Setiap
manusia adalah mata pena. Ia dibekali pena untuk menorehkan sejarah dan pilihan
hidupnya. Bahkan dalam jangkauan luas, pena menjadi cara untuk memberikan inspirasi
bagi orang lain. Entah itu menulis SMS, Chat, status di media sosial atau
bahkan yang lebih besar lagi, menulis buku yang akan dibaca dan disebar ke
mana-mana.
Sejarah membuktikan, pena adalah senjata yang tidak bisa diabaikan dan bahkan berpengaruh di dunia. Berapa banyak perang dan damai bisa terwujud karenanya. Setitik tinta yang keluar dari sebuah pena, akan memengaruhi suatu hal. Segalanya tak akan sama seperti sebelumnya. Seperti Machiavelli, Tulisannya yang berjudul “The Prince” mengungkapkan ide bahwa untuk mempertahankan kekuasaan, pemimpin diperkenankan menggunakan kekerasan. Tulisannya pun menjadi panutan bagi para pemimpin kejam seperti; Hitler, Musolini, Mao Tse Tung, Lenin, Stalin. Merekalah orang yang bertanggung jawab besar atas jutaan manusia yang mati dibantai pada era mereka.
Pena,
bergerak sesuai hati pemiliknya. Pada keadaan yang lain pena malah bisa membersamai
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam
menghasilkan banyak karya tulis yang bahkan saat itu beliau sedang berada dalam
penjara. Salah satu kitab terakhir beliau ditulis dari balik penjara adalah
kitab Ar-Raddu ‘ala Al-Ikhnai. atau pada masa modern, pena ikut berperan
dalam penulisan karya tulis yang lahir dari balik jeruji penjara adalah tafsir Fii Zhilaalil Quran. Sebuah tafsir yang sarat dengan semangat dan kontemplasi
sang penulis, Sayyid Qutb.
Pena,
tak bisa dipisahkan dari tinta. Tetapi tinta tak pernah cukup untuk bercerita
tentang apa yang Allah sudah anugerahkan. Sebagaimana Allah berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad), “Sekiranya
lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah
lautan itu sebelum kalimat-kalimat Rabbku habis (ditulis), meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” [QS. Al-Kahfi/18:109]
Sebagai
seorang yang juga menulis di salah satu media sosial berorientasi literasi,
saya kerap menemukan tulisan yang mempromosikan LGBT, tulisan porno, tulisan
teen fiction tapi memiliki mature content, dan sebagainya. Hal itu membuat saya
miris. Melihat bagaimana oknum-oknum tersebut begitu bebas menuliskannya, dan
tulisan itu pun bebas diakses.
Saya
menyadari bahwa kita semua adalah mata pena. Hanya saja, mata pena seperti apa
kita? Sebab Allah memberikan pilihan bagi kita. Saya harap kita adalah mata
pena yang tajam sebagaimana lirik sebuah nasyid Izzatul Islam yang berbunyi; Kami adalah mata pena yang tajam/Yang siap
menuliskan kebenaran/Tanpa ragu ungkapkan keadilan. Ya, kita mestinya
adalah mata pena yang tajam. Mata pena yang menyatakan siap, pasrah sekaligus taat dalam menegakkan kebenaran dan keadilan
di muka bumi dengan tulisan. Hingga selanjutnya, biar Allah yang memberi jalan.
(ditulis dalam memenuhi tugas 30DWCJilid10- Day 27)
(ditulis dalam memenuhi tugas 30DWCJilid10- Day 27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar